Minggu, 22 November 2009

KONSEKUENSI YURIDIS KETIDAKABSAHAN PERBUATAN APARAT PEMERINTAH MENURUT HUKUM TATA PEMERINTAHAN

A.PENDAHULUAN
Istilah pemerintah dan pemerintahan sering disepadankan dengan istilah asing administratie, administration, bestuur, regering, dan government, dalam bahasa Indonesia digunakan juga administrasi atau tata usaha negara, government (pemerintahan) berasal dari bahasa latin yaitu gobernaculum (kemudi),1namun secara umum istilah government lebih mudah dipahami sebagai “pemerintah” yaitu lembaga beserta aparaturnya yang mempunyai tanggung jawab untuk mengurus negara dan menjalankan kehendak rakyat.2 Dalam bahasa Inggris, government diartikan sebagai “the authoritative direction and administration of the affairs of men/ women in a nation, state, city, etc (pengarahan atau administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya) atau “the governing body of nation, state, city, etc (lembaga/ badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara bagian, kota, dan sebagainya).3
Pengertian pemerintah ini secara teori dibedakan yaitu sebagai organisasi dan fungsi,4 menurut Prajudi Atmosudirdjo pengertian pemerintah dapat dipandang sebagai aparatur (mechinary) pemerintah dan sebagai salah satu fungsi dan proses penyelenggaraan tugas pemerintahan.5 Sementara fungsi pemerintah merupakan penyelenggara negara (het bestuuren, het regeren) dalam arti menjalankan tugas-tugas memerintah (bestuurs functie.6
Dalam kerangka bernegara, pemerintah diserahi fungsi untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuurszorg), diberinya tugas “bestuurszorg” itu membawa suatu konsekuensi yang khusus bagi administrasi negara agar dapat menjalankan tugas menyelenggarakan kesejahteraan rakyat, menyelenggarakan pengajaran bagi semua warga negara, dan sebagainya secara baik, maka administrasi negara memerlukan kemerdekaan untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-soal genting yang timbul secara mendesak dan yang peraturan penyelenggaraannya belum ada, yaitu belum dibuat oleh badan badan kenegaraan yang diserahi fungsi legislatif.7
Fungsi pemerintah sebagai penyelenggara negara (het bestuuren, het regeren) dalam arti menjalankan tugas-tugas memerintah (bestuurs functie), sedangkan secara negatif arti pemerintah adalah fungsi negara yang bukan fungsi peradilan (rechtspraak) dan fungsi perundang-undangan (wetgeving), pemerintahan dalam arti luas (regering/ government) adalah pelaksanaaan tugas seluruh badan-badan, lembaga-lembaga, dan petugas-petugas yang diserahi wewenang mencapai tujuan negara, dalam arti sempit (bestuurs/ government) dapat mencakup organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan.8
Pemerintah dalam melaksanakan fungsinya terdapat berbagai macam perbuatan pemerintah yang berupa:9 keputusan-keputusan, ketetapan yang bersifat umum, perbuatan hukum perdata, perbuatan nyata, sedangkan tugas pemerintah adalah mengikuti tugas negara yaitu, menyelenggarakan sebagian dari tugas negara sebagai organisasi kekuasaan. Sebab jabatan pemerintah dilekati dengan hak dan kewajiban (wewenang) untuk melakukan perbuatan hukum, jabatan tidak hanya bertindak sendiri, jabatan adalah fiksi dan yang perbuatan hukumnya dilakukan melalui perwakilan (vertegenwoordiging), yaitu: pejabat (ambtdraer), pejabat bertindak untuk dan atas nama jabatan.
Pemerintah dalam menjalankan wewenangnya menggunakan berbagai instrumen yang disebut juga perbuatan pemerintah, perbuatan aparat pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan terbagi kedalam dua golongan, yaitu: perbuatan pemerintah yang sah dan perbuatan pemerintah yang tidak sah. Dalam hukum tata pemerintahan, perbuatan aparat pemerintah tersebut menimbulkan konsekuensi yuridis. Hal ini menarik untuk dikaji mengenai konsekuensi yuridis ketidakabsahan perbuatan aparat pemerintah menurut hukum tata pemerintahan ?

B.PEMBAHASAN
1.Perbuatan Aparat Pemerintah
E.Utrecht menggolongan perbuatan aparatur pemerintahan kepada dua golongan besar, yaitu golongan perbuatan hukum (rechthandelingen) dan golongan yang bukan perbuatan hukum atau perbuatan nyata (feitelijke handelingen). Perbuatan nyata adalah perbuatan yang tidak berakibat hukum, namun bagi aparatur pemerintah yang penting hanya golongan perbuatan hukum karena menimbulkan akibat hukum.10
Menurut Romeijn, perbuatan hukum adalah perbuatan atau perbuatan dari suatu alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorgaan) yang dimaksud untuk menimbulkan akibat hukum dibidang hukum tata pemerintahan. Sementara Van Poelje mengemukakan bahwa perbuatan hukum adlaah perbuatan yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemeirntahan.11
Sedangkan perbuatan hukum dalam hukum tata pemerintahan atau administrasi adalah suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam hukum tata pemerintahan.12 Dasar perbuatan hukum ini mengandung beberapa unsur, yaitu: perbuatan dilakukan oleh suatu alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorgan) atau penguasa (overheid); perbuatan dilakukan dalam menjalankan fungsi pemerintahan; berisi pernyataan kehendak dari organ administrasi; dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dibidang hukum administrasi.13Perbuatan hukum yang dilaksanakan oleh pemerintah dibedakan menjadi perbuatan hukum privat (privaatrechtelijke rechtshandelingen) dan perbuatan dalam hukum publik (publicrechtelijke rechthandelingen).14
Konijnebelt membedakan perbuatan hukum menjadi: perbuatan nyata (feitelijke handelingen) dan perbuatan hukum (rechtshandelingen). Perbuatan hukum dibedakan menjadi perbuatan hukum ekstern (eksterne rechtshandelingen) dan perbuatan hukum intern (interne rechtshandelingen) perbuatan hukum ekstern dibedakan menjadi perbuatan hukum ekstern menurut hukum publik (publiekrechterlijke eksterne rechtshandelingen) dan perbuatan hukum ekstern hukum privat (privatrechtlijkeeksterne rechtshandelingen) perbuatan ekstern hukum publik dibedakan menjadi perbuatan menurut hukum publik ekstern sepihak (eenzijdige publiekrechterlijke eksterne rechtshandelingen) dan menurut hukum publik ekstern banyak pihak (meerzijdige publiekrechterlijke eksterne rechtshandelingen).
Perbuatan hukum publik sepihak dibedakan lagi menjadi perbuatan hukum publik ekstern satu pihak yang bersifat umum (algemene) dan perbuatan hukum publik ekstern sepihak yang bersifat individual (individuele), perbuatan hukum publik satu pihak yang bersifat umum dibedakan menjadi bersifat abstrak (abstracte) dan bersifat konkrit (concrete), perbuatan hukum publik ekstern satun pihak yang individual (individuele) dibedakan menjadi bersifat abstrak (abstracte) dan bersifat konkrit (concrete).15
Muchsan16 menyebutkan unsur-unsur perbuatan hukum pemerintahan sebagai berikut:
a.Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurorganen) dengan prakarsa dan tanggungjawab sendiri.
b.Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan
c.Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum dibidang hukum administrasi.
d.Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.

2.Perbuatan Aparat Pemerintah Yang Tidak Sah
Suatu perbuatan pemerintah dianggap sah, bilamana dapat diterima sebagai sauatu bagian dari tertib hukum, sah itu tidak mengatakan sesuatu tentang isi atau kekurangan dalam suatu perbuatan pemerintah, malainkan hanya berarti diterima sebagai sesuatu yang berlaku pasti, diterima sebagai bagian dari tertib hukum umum, maka dari itu perbuatan pemeirntah tersebut mempunyai kekuatan hukum, yaitu dapat mempengaruhi tertib hukum itu.17
Perbuatan aparatur pemerintah dalam menjalankan fungsinya melaksanakan pelayanan publik haruslah tetap berdasarkan hukum positif dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, juga harus berdasarkan prinsip-prinsip hukum umum, perbuatan aparatur pemerintahan negara tersebut yang dimaksud terutama adalah sikap tindak administrasi negara dalam mengeluarkan ketetapan (beschikking).
Sehubungan dengan itu Sjahran Basah menyebutkan bahwa perbuatan aparatur yang melanggar hukum yaitu pelaksanaan yang salah, padahal hukumnya benar dan berharga, sedangkan perbuatan aparatur pemerintah yang menurut hukum, bukan pelaksanaanya yang salah melainkan hukum itu sendiri yang secara materiil tidak benar dan tidak berharga.
Perbuatan hukum aparat pemerintah yang tidak sah menurut hukum tata pemerintahan dapat disebabkan beberapa hal, seperti perbuatan aparat pemerintah yang membuat keputusan berdasarkan perbuatan yang sewenang-wenang, yaitu:18: perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad), perbuatan melawan undang-undang (onwetmatige); perbuatan yang tidak tepat (onjuist); perbuatan yang tidak bermanfaat (ondoelmatig); perbuatan yang menyalahgunakan wewenang (detournement de pouviur).
Menurut Muchsan perbuatan penguasa yang sewenang-wenang dapat terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut19:
a.Penguasa yang berbuat secara yuridis memiliki kewenangan untuk berbuat (ada peraturan dasarnya)
b.Dalam mempertimbangkan kepentingan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh pemerintah, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan
c.Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian kongrit bagi pihak tertentu.
Secara umum kelaziman perbuatan aparatur pemerintah yang dianggap tidak sah, menurut Felix A. Nigro dapat dikategorikan dalam 9 bentuk pelanggaran yaitu:20
a.Ketidakjujuran (dishonesty);
b.Berperilaku tidak etis (unetical behavior);
c.Mengesampingkan hukum (overidding the law);
d.Memperlakukan pegawai secara tidak patut (unfair treatment of employees);
e.Melanggar prosedur hukum (violations of procedural due process);
f.Tidak menjalin kerjasama yang baik dengan pihak legislatif (failure to respect legislative intent);
g.Pemborosan dalam penggunaan sumber daya (gressinefficency);
h.Menutup-nutupi kesalahan yang dilakukan oleh aparatur (covering up mistakes);
i.Kegagalan untuk melakukan inisiatif dan terobosan yang positif (failure to show inisiative).




3.Konsekuensi Yuridis Ketidakabsahan Perbuatan Aparat Pemerintah
a.Batal Demi Hukum
Demi menjamin dan memberikan landasan hukum bahwa perbuatan pemerintahan (bestuurhendeling) yang dilakukan oleh pemerintah sebagai suatu perbuatan yang sah (legitimate dan justified), dapat dipertanggungjawabkan (accountable and responsible) dan bertanggung jawab (liable), maka setiap perbuatan pemerintahan itu harus berdasarkan atas hukum yang adil, bermartabat dan demokratis. Sehingga dalam pembuatan keputusan harus sah.
Suatu perbuatan aparatur pemerintah dalam bentuk keputusan dianggap batal demi hukum karena dalam pembuatan keputusan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat material maupun formal yang telah ditetapkan. Artinya perbuatan hukum dalam bentuk keputusan dikatakan batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat-syarat dibawah ini: Syarat material meliputi:21
1)alat perlengkapan negara yang membuat keputusan harus alat kelengkapan negara yang berwenang;
2)dalam pembentukan kehendak alat perlengkapan negara yang membuat keputusan tidak ada kekurangan;
3)keputusan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu;
4)keputusan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan lainnya, menurut isi dan tujuan sesuai dengan peraturan yang menjadi dasar keputusan itu.
Syarat formal, yaitu:22
1)Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan;
2)Keputusan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan dasarnya;
3)Syarat-syarat yang ditentukan berubung dengan dilakukannya atau dilaksanakannya terpenuhi;
4)Jangka waktu yang ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya keputusan dan diumumkan tidak boleh dilewati

b.Dapat Dibatalkan
Dapat dibatalkan dalam arti bahwa perbuatan aparatur pemerintahan dalam bentuk keputusan tersebut secara hukum adalah sah karena memenuhi syarat-syarat material maupun formil. Keputusan aparatur pemerintah yang dapat dibatalkan biasanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang bersifat prosedural/formal dan bersifat materiil/substansial, maupun karena dikeluarkan oleh badan/pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang (onbevoegheid) yang berkaitan dengan ratione materiae, ratione loci atau ratione temporis.23 atau dalam perbuatan keputusan dilakukan atas dasar penyalahgunaan kewenangan (detournement de pouvoir), perbuatan sewenang-wenang (a bus de droit/ willikeur), melanggar kepastian hukum, melanggar asas kecermatan, bertentangan dengan asas persamaan, bertentangan dengan asas kepentingan umum, dan lainnya.
Misalnya keputusan yang bertentangan dengan indikator asas larangan dasar penyalahgunaan kewenangan (detournement de pouvoir) meliputi, yaitu: 24
1)wewenang itu digunakan untuk tujuan lain selian untuk mana kewenangan itu diberikan;
2)wewenang itu diberikan untuk kepentingan umum yang lain dan pada kepentingan umum yang dimaksud undang-undang;
3)dari sudut etik pemerintahan, senantiasa dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak layak.
Keputusan aparatur pemerintahan bertentangan dengan indikator yang harus dipenuhi pada saat menerapkan asas kecermatan formal adalah:25
1)Suatu keputusan harus dipersiapkan dan diambil dengan cermat (penuh hati-hati).
2)Suatu keputusan harus diambil dengan tepat dan sesuai dengan sasaran/obyeknya.
3)Harus memperhatikan dan mendengar pihak-pihak yang berkepentingan terlebih dahulu, sebelum mereka dihadapkan pada suatu keputusan yang merugikan.
4)Semua fakta yang relevan ataupun semua kepentingan yang tersangkut, termasuk kepentingan pihak ketiga harus dipertimbangkan dalam keputusan.
5)Termasuk harus membuat berita acara atau laporan yang akurat sesuai dengan data-data yang diperoleh.
dan masih banyak lagi landasan hukum yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan upaya pembatalan suatu keputusan yang dikeluarkan oleh aparatur pemeirntahan.
Pembatalan suatu keputusan aparatur pemerintahan dapat dilakukan di pengadilan tata usaha Negara (peradilan administrasi), sebab peradilan administrasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk good governance dalam mewujudkan negara hukum, yaitu sebagai lembaga kontrol atau pengawas terhadap perbuatan-perbuatan hukum pemerintah agar tetap berada pada jalur hukum di samping pelindung hak-hak warga masyarakat terhadap penyalahgunaan wewenang penguasa. Selain itu dalam perspektif historis, tujuan pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara adalah: memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak- hak individu dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan pada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut.26
Peradilan tata usaha negara dapat melakukan pengujian keabsahan (rechtmatigheidstoetsing) dan ketepatgunaan (doelmatigheidstoetsing) suatu keputusan aparatur pemerintahan. Permasalahan ini muncul di Belanda, sehubungan dengan adanya sarana “rechtsbescherming”, yaitu gewone rechter, administratief beroep (banding administratif) dan administratief rechtpraak (peradilan administratif), pada prinsipnya peradilan yaitu gewone rechtspraak maupun administratief rechtspraak hanya mempunyai wewenang dan batas pengujian keabsahan sedangkan administratief beroep dapat melakukannya baik meliputi pengujian keabsahan maupun ketepatgunaaan, dalam perkembangan praktek peradilan, gewone rechtspraak menerapkan “marginal toetsing” dengan menilai perbuatan pemerintah berdasarkan asas-asas kepatutan yang lazim disebut “alemene beginselen van behoorlijk bestuur”.
Pengujian “ex tunc” dan pengujian “ex nunc”. Dasar pengujian “ex tunc”, berarti peradilan menilai suatu perbuatan pemerintah dengan memperhitungkan semua fakta perbuatan itu dilakukan, jadi atas suatu surat keputusan, fakta dan keadaan yang dinilai adalah fakta dan keadaan pada saat dikeluarkannya surat keputusan itu, perubahan fakta dan keadaan tidaklah masuk perhitungan dan penilaian peradilan, berbeda dengan pengujian “ex nunc”, perubahan fakta dan keadaan termasuk dalam penilaian suatu perbuatan. Pengujian “ex tunc” digunakan untuk pengujian keabsahan sedangkan pengujian “ex nunc” digunakan untuk pengujian ketepatgunaan, namun hendaknya dilihat secara relatif dan dikaitkan dengan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara yang dicanangkan, yaitu tidak hanya fungsi peradilan administrasi, pengujian “ex nunc” perlu juga mendapat tempat dalam fungsi penasehatan, fungsi peradilan administrasi negara diterapkan pengujian “ex tunc” demi kepastian suatu perbuatan yang dibuat pada waktu lampau.
Pada prinsipnya peradilan tidak mencampuri keputusan aparatur pemerintahan dalam menjalankan fungsinya, jadi tidak mengukur perbuatan pemerintah yang berdasar kebijakan (op grond van beleidsmatigheid), namun hal itu hendaknya dilihat secara relatif dengan memperhatikan asas keserasian yang bertumpu atas dasar kerukunan perbuatan penguasa, maka perbuatan penguasa tidak hanya dinilai berdasarkan norma-norma yang zakelijk tetapi juga dinilai berdasarkan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Bappenas, 2007, Menumbuhkan Kesadaran Tata Kepemerintahan Yang Baik, Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik Bappenas, Jakarta.

Diana Halim Koentjoro, 2004, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, Jawa Barat.

E. Utrecht dan Moh Saleh Djindang, 1990, Pengantar Hukum Administrasi, Sinar Harapan dan Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, Jakarta.

Felix A. Nigro dan Liod G.Nigro, 1973, Modern Public Administration, Harper and Row Publisher, United States.

Indroharto, 1991, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Harapan, Jakarta.

Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Perbuatan Pemerintah, Alumni, Bandung.

Jazim Hamidi, 1999, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Layak (AAUPL) di Lingkungan Peradilan Administrasi di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kuntjoro Purbopranoto, 1995, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi, Alumni, Bandung.

Muchsan, 1981, Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

--------, 2000, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Philipus M. Hadjon, 2002, Pengatar Hukum Administrasi Negara Indonesia (Introduction to the Indonesia Administrative Law), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta

Sedarmayanti, 2004, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik), Buku Kedua “Membangun Sistem Manajeman Kinerja Guna Meningkatkan Produksifitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik), CV. Mandar Maju, Bandung.

SF. Marbun, 2001, Menggali dan Menemukan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik di Indonesia, dalam Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta.
Soehino, 1984, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta.

W. Irawan Tjandra, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, UAJY, Yogyakarta, 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar